Welcome

Welcome

Minggu, 13 Desember 2015

Cahaya di Balik Kegelapan (Sebuah Cerpen)



Senangnya hati Ahmad setelah cintanya diterima oleh Sinta, anak orang kaya tetangga desa yang cantiknya tiada terkira jumlahnya. Sedangkan Ahmad merupakan anak tukang kayu yang hidupnya pas-pasan, namun, gantengnya berlebihan, sehingga membuat Sinta adik kelasnya itu jatuh cinta tak karuan. Oh sungguh indahnya hidup Ahmad. Meskipun Ahmad berpacaran dengan anak orang kaya yang mempunyai harta melimpah tiada tara, tak membuat Ahmad menjadi besar kepala. Dia ingin hidup yang sederahana saja. Nah, ini yang membuat Sinta tambah jatuh cinta kepadanya. Ahmad lebih memilih membonceng Sinta dengan motor bututnya ketimbang menggunakan mobil milik Sinta.
Diterima dengan baik oleh keluarga Sinta membuat Ahmad tak sungkan bila menjemput Sinta pergi ke sekolah atau bermalam minggu di rumahnya. Setiap hari Ahmad menjadi ojek si Sinta, pagi menjemput, siang mengantar pulang. Mungkin itu masih SMA sehingga orang tua Sinta masih tak menghiraukan masalah pernikahan, toh itu hanya cinta monyet, suatu saat bisa berganti pasangan. Namun, pemikiran orang tua Sinta tak berjalan sesuai kenyataan, anaknya dan Ahmad tak juga putus hubungan, sudah lulus SMA keduanya malah ingin melanjut ke pernikahan.
Tak ingin Ahmad menjadi menantunya, orang tua Sinta membatasi Sinta untuk jalan keluar dengan si Ahmad.
“Nduk, kamu jangan sering-sering keluar sama laki-laki, tak baik dilihat tetangga. Kamu kan perempuan, lebih baik Ahmad yang suruh main kesini.” Alasan orang tua Sinta agar Sinta tak keluar dengan Ahmad.
“Tapi, Bu. Laki-laki yang keluar dengan Sinta kan Ahmad. Bukannya Ibu sudah mengenal Ahmad. Dia kan baik, Bu.” Bantah Sinta kepada ibunya yang melarangnya untuk pergi keluar dengan laki-laki.
“Bukannya Ahmad juga laki-laki.” Tambah ibunya yang semakin memojokkan Sinta. Sinta pun terdiam seribu kata, tak berani membantah ibunya lagi.
Alasan orang tua Sinta ingin memutuskan hubungannya dengan Ahmad yaitu, Ahmad anak orang biasa dan dia tidak kuliah. Ahmad juga semakin paham dengan sikap ibunya Sinta terhadapnya akhir-akhir ini. Dia juga sadar akan dirinya yang bukan anak orang kaya dan pekerjaannya yang hanya seorang pegawai pabrik dengan gaji pas-pasan. Dia dulu sempat mendaftar kuliah, namun gagal, dia tidak keterima. Kegagalannya menjadi seorang mahasiswa membuatnya semakin dipandang sebelah mata oleh orang tua Sinta.
Kemalangan semakin melanda Ahmad, dia malah tak boleh main ke rumah Sinta, sehingga Ahmad dan Sinta akhirnya backstreet. Cinta sembunyi-sembunyi yang dilakukan keduanya berlangsung cukup lama tanpa diketahui orang tua Sinta. Ketika Sinta hendak pulang atau pergi dari atau ke kampus yang berada di kota, dia selalu menyempatkan untuk mampir ke rumah Ahmad.
Suatu saat Ahmad dan Sinta berbincang-bincang mengenai hubungan mereka akan berakhir seperti apa nantinya. Apakah akan berlanjut seperti yang mereka inginkan atau malah Sinta yang akan menuruti kemauan orang tuanya.
“Sinta, apakah kamu  tidak lelah dengan semua ini?” Ahmad mengawali pembicaraan.
“Lelah sih, sudah pasti lelah. Tapi mau gimana lagi.” Nada suara Sinta semakin pasrah saja dengan keadaan.
Langit semakin gelap, bukan gelap akan datangnya malam, melainkan gelap karena awan hitam yang semakin menghalangi matahari untuk menyinari bumi. Suasana yang membuat mereka semakin gelap tak dapat menemukan jalan keluar akan hubungannya. Keheningan menyelimuti mereka, hingga akhirnya mulailah perbincangan yang diawali oleh Ahmad.
“Daripada bingung-bingung seperti ini, gimana kalau kita kawin lari saja.”
“Jangan ngawur kamu, Mad. Meskipun aku mencintaimu, namun aku tak akan melakukan hal itu.”
Perkataan Ahmad yang membuat Sinta muntab dan berpikir dua kali untuk meneruskan hubungannya dengan Ahmad. Sebenarnya Ahmad tak ingin mengatakan hal itu pada Sinta, namun karena dorongan kakaknyalah dia berbicara seperti itu. Saat dia pergi ke rumah kakaknya yang kebetulan istri kakaknya adalah temannya sendiri itu, kemudian kakaknya mengajaknya bicara.
“Mad, gimana hubunganmu dengan Sinta?”
“Ya, gitu deh, Kak. Tak ada kejelasan.”
“Gimana sih kamu ini, jadi cowok kok lemah. Kalau kamu mencintai Sinta dan Sinta juga mencintaimu, ajak kawin lari saja tuh Sinta, bila perlu hamili dia sekarang, nanti orang tua Sinta mau tak mau pasti akan meminta pertanggungjawaban darimu.”
Perkataan-perkataan kakaknya didengar oleh Ahmad, sebagai rasa hormat pada kakaknya. Terkejut si Ahmad ketika mendengar solusi yang dilontarkan oleh kakaknya itu. Solusi yang menurutnya tak akan menyelesaikan masalah nanti malah menambah masalah. Namun, cintanya pada Sinta membutakan segalanya. Ahmad mengungkapkan pada Sinta kalau dia ingin mengajak kawin lari padanya. Bukan respon baik yang dia dapatkan, melainkan respon buruk yang memperumit keadaan. Sinta menjadi marah dan dia ingin menyudahi saja, bagaimanapun juga dia tak ingin durhaka pada orang tuanya.
Sudah sebulan Ahmad mengajak Sinta untuk kembali meneruskan hubungan yang ingin dia akhiri di pelaminan. Namun apalah daya dia tak berhasil membujuk Sinta. Bahkan tersirat kabar bahwa Sinta akan segera bertunangan dengan hasil perjodohan yang dilakukan orang tua Sinta. Sinta tak ingin menolak perjodohan yang dilakukan orang tuanya, ingat sekali lagi bahwa Sinta tak ingin durhaka kepada orang tua.
Pasrah, itu yang bisa dilakukan oleh Ahmad. Dia akhirnya memutuskan untuk melupakan Sinta dan ingin mencari penggantinya. Ahmad mendadak menjadi alim, yang biasanya  tak pernah sholat, sekarang menjadi rajin sholat, dia bahkan menjalankan puasa sunah  senin-kamis. Melakukan hal yang tak biasa dia lakukan, hingga kakak, adik, serta orang tuanya menjadi bingung. Bingung lantaran perubahan yang terjadi pada anaknya. Suatu hari kakaknya pergi menemui Sinta di kampus tempat Sinta kuliah. Kakaknya Ahmad melabrak Sinta agar Sinta bersedia kembali kepada Ahmad karena dia sudah tak tahan melihat tingkah laku adiknya yang semakin hari semakin membuatnya kasihan.
“Hei, Sinta. Sini sebentar aku mau bicara empat mata kepadamu.”
“Iya, Kak. Kakak mau bicara apa denganku?”
“Begini, Sin, aku sudah tak tahan lagi melihat tingkah Ahmad yang semakin hari membuatku semakin kasihan saja. Layaknya orang gila yang tak tahu mau berbuat apa?”
“Memangnya dia bertingkah seperti apa, Kak? Hingga Kakak begitu kasihan.”
“Dia sekarang menjadi rajin sholat, rajin mengaji, serta puasa. Aneh, kan?”
Sinta dibuat terkejut oleh kakaknya Ahmad, karena tingkah laku Ahmad semenjak putus dengannya menjadi tambah lebih baik dari biasanya.
“Loh, Kak, kenapa Kakak harus kasihan, bukannya itu tambah bagus melihat tingkah adiknya yang semakin shaleh.”
“Bukan begitu, Sin. Kan tak enak melihat tingkah adik sendiri yang tak seperti biasanya.”
“Terus apa yang bisa aku lakukan, Kak?”
“Aku minta tolong kamu balikan sama Ahmad.”
“Maaf, Kak, aku tak bisa. Aku sudah memiliki calon yang dicarikan orang tuaku. Aku juga mau pamit dulu, Kak, soalnya sebentar lagi aku ada jam kuliah, Kak. Sekali lagi aku minta maaf, Kak.”
Kekecewaan yang mendalam dirasakan oleh Dani, kakaknya Ahmad. Dia tak berhasil membujuk Sinta untuk kembali lagi dengan Ahmad. Sedangkan Ahmad semakin mendalami ilmu agamanya, dia sering mengikuti acara-acara kajian yang ada di desa maupun di kota dekat rumahnya. Sungguh perubahan yang sangat positif. Dia bahkan belajar membaca Al-Quran dengan baik dan benar. Dia ingin lebih bisa memahami isi dari ayat-ayatnya.
Waktu berjalan begitu cepat, tiga tahun sudah Ahmad hidup sendiri tanpa kekasih. Namun, Ahmad tak memusingkan hal itu, karena dia sudah memasrahkan semuanya kepada Yang Kuasa. Suatu saat dia dipanggil guru mengajinya melalui via suara untuk menemui beliau di rumahnya. Ternyata sang guru ingin mengenalkan Ahmad dengan keponakannya yang seumuran denganya.
Bergegas Ahmad langsung menuju ke kediaman guru mengajinya. Terkejut Ahmad melihat seorang gadis yang anggun bak bunga yang baru mekar dan belum pernah dijamah orang. Ahmad mengucapkan salam sebelum memasuki rumah sang guru.
Assalamu’alaikum
Wa’alaikumsallam.” Gadis itu dan guru mengajinya menjawab salam dari Ahmad secara bersamaan.
“Silakan duduk, Mad.” Sambut sang guru.
Perbincangan yang cukup lama antara sang guru, Ahmad, dan si gadis cantik jelita itu yang tak lain adalah keponakan dari guru mengajinya Ahmad. Akhirnya Ahmad mohon untuk undur diri karena hari sudah larut. Sesampainya di rumah Ahmad masih terbayang-bayang denga gadis itu dan esok harinya Ahmad ingin menanyakan sesuatu kepada guru mengajinya yang merupakan paman dari sang gadis.
Setelah sholat dhuha, dia bergegas ke rumah guru mengajinya, Pak Arifin. Pak arifin sedikit heran dan senang dengan kedatangan Ahmad yang datang tanpa mengabarinya terlebih dahulu.
Assalamu’alaikum, Pak.” Sapa Ahmad kepada Pak Arifin yang sedang menyirami tanaman di pekarangannya.
Wa’alaikumsallam, Mad. Ada apa, Mad, kok tumben masih pagi sudah kesini.” Sahut Pak Arifin yang sedikit menggoda Ahmad.
Terjadilah perbincangan antara mereka berdua. Sebenarnya kedatangan Ahmad ke rumah Pak Arifin, yaitu menanyakan sesuatu hal tentang keponakan Pak Arifin, gadis yang telah menghantui tidurnya itu. Setiap hendak memejamkan mata, bayangan gadis itu selalu melayang-layang di pikirannya. Tak pernah ada gadis yang dia pikirkan selama putus hubungan dengan Sinta.
“Tidak ada apa-apa, Pak, saya hanya ingin menanyakan tentang seseorang yang Bapak kenalkan pada saya kemarin.”
“Apa yang kamu tanyakan tentang keponakanku, Mad?”
“Apakah keponakan Bapak sudah memiliki pendamping hidup?”
“Hehehe, akhirnya...”  pembicaraan Pak Arifin tiba-tiba berhenti, membuat Ahmad menjadi bingung dan ikut semakin serius memandang wajah Pak Arifin yang seperti merencanakan sesuatu. Setelah satu menit suasana hening, akhirnya Pak Arifin melanjutkan pembicaraannya.
“Akhirnya rencanaku berhasil, Mad.”
“Rencana apa, Pak, kalau boleh tahu?”
“Rencana untuk menjodohkanmu dengan keponakanku, Aisyah.”
Berbunga-bunga hati Ahmad mendengar kata Pak Arifin yang ternyata sudah merencanakan ini semua. Sebuah cahaya yang datang setelah melewati kegelapan-kegelapan dalam hidupnya. Tak pernah dibayangkan sebelumnya bahwa akhir dari penantiannya selama ini diakhiri dengan hadirnya seorang pendamping hidup.
Sebulan Ahmad berta’aruf dengan Aisyah, akhirnya mereka berdua akan resmi menjadi pasangan suami dan istri. Keluarga langsung menerima baik sosok Aisyah, begitu juga keluarga dari Aisyah langsung menerima baik Ahmad. Ahmad, Aisyah, serta Pak Arifin sangat berbahagia. Cahaya akan datang stelah kita meninggalkan kegelapan yang telah membutakan mata hati kita.

1 komentar:

  1. Teton's titanium drill bits - Titanium Arts
    This is the exact amount of all those sugarboo extra long digital titanium styler pieces that are produced to produce the most precise and reliable components iron titanium token for does titanium have nickel in it the ultimate shaving titanium rings experience. sunscreen with titanium dioxide

    BalasHapus